Selasa, Januari 24, 2012

"Tugu Peringatan Boleh Saja, Tapi Lebih Urgen Fasilitas Pedestrian Memadai"


Penulis: ApikoJM
Selasa, 24 Januari 2012 10:15

itoday – Membuat tugu peringatan untuk para korban ‘Xenia Maut’ boleh saja dilakukan. Namun lebih penting, adalah membangun jalan dengan sistem keamanan dan kenyaman yang memadai, mengingat budaya warga ibukota yang kurang menghargai hak-hak para pejalan kaki.

Misalnya, dalam peristiwa kecelakaan ‘xenia maut’ terlihat jelas selain faktor kecerobohan pengemudi, juga ada unsur bangunan trotoar yang kurang aman bagi pedestrian.

Trotoar yang dibangun di ibukota, masih terkesan asal-asalan. Banyak yang rusak, berlubang. Kombinasi trotoar yang berlubang dan banjir di ibukota, tak sedikit telah merenggut nyawa para pejalan kaki yang terperosok ke lubang trotoar yang berair deras.

“ Bangunan trotoar yang buruk ini ternyata diikuti pula oleh daerah, misalnya Depok, yang bahkan di jalan utamanya Margonda Raya, tidak disediakan trotoar. Padahal jalan Margonda sedemikian lebarnya. Saya heran, kenapa tidak diberi trotoar,” ujar pengamat sosial dan novelis Achmad Marzoeki kepada itoday, Selasa (24/1).

Wakil Ketua Komisi V DPR, Muhidin Mohamad Said, telah menyatakan setuju lontaran usulan pembangunan tugu pejalan kaki sebagai di dekat Tugu Tani sebagai peringatan agar pengendara berhati-hati.

Namun berbeda dengan Muhidin, Marzoeki berpendapat tugu peringatan hanya simbol yang tidak akan efektif jika trotoar yang nyaman dan aman bagi pejalan kaki tidak tersedia. “ Kita bisa melihat trotoar di ibukota paling-paling hanya rata-rata satu meter, banyak yang berlubang, dan tak jarang ketika jam-jam sibuk lalu lintas macet , jalan yang diperuntukkan bagi para pedestrian itu dirampas oleh para pengendara motor,” tukas aktifis Gerakan Pemuda Pelajar Indonesia (GPII).

Marzoeki menuturkan pengalamannya ketika berkunjung ke negeri jiran Malaysia, betapa trotoar di jalan-jalan utama Malaysia, sangat nyaman buat para pejalan kaki. “ Cukup lebar, disediakan tempat duduk dengan pohon yang rindang. Kalau disini?” gugat penulis novel Pil Anti Bohong ini.

So, ujar pria yang akrab disapa Kang Juki, menyarankan jangan suka segala sesuatu diantisipasi dengan sesuatu yang bersifat simbol-simbol saja. “ Tetapi adalah bagaimana kita mengerti kebutuhan masyarakat di jalan-jalan ibukota yang ramai ini. Soal trotoar, misalnya, ya harus dibangun sebaik-baiknya, serta jangan sampai dimanfaatkan pihak yang justru mengganggu hak para pejalan kaki, misalnya pengendara motor dan para pedagang,” pungkasnya.

Tidak ada komentar: