Minggu, Desember 22, 1996

Menunggu Suksesi Freon

ACHMAD MARZOEKI, ST


(Suara Muhammadiyah, No. 24 Th. Ke-81, 15 – 31 Desember 1996)

Setelah selama setengah abad lebih Chloro Fluoro Carbon (CFC) --- yang lebih dikenal dengan nama freon ---merajai sistem pendingin baik dalam skalai ndustri maupun rumah tangga, akhirnya tiba masanya harus segera menyerahkan “tampuk kekuasaannya” kepada bahan lain. Era keemasan freon yang dulu sempat mendapat julukan “senyawa ajaib” akan segera berakhir.

Ketika mulai pertama kali digunakan oleh General Motor pada 1930, Freon dilnilai sebagai bahan yang memiliki manfaat banyak, tanpa efek samping yang merugikan. Hal ini karena Freon tidak mudah terbakar atau meledak, tidak beracun, dan stabil (tidak mudah bereaksi dengan senyawa atau unsur lain), sehingga penggunaannya didunia industri semakin meningkat dan meluas, tidak hanya ada industri sistem pendingin udara (AC, kulkas, dan freezer), tetapi juga berkembang sebagai pendorong aerosol dalam industri kemasan kaleng dan cat.

Tanda-tanda akhir kejayaan freon bermula dari ditemukannya penipisan ozon dalam atmosfer bumi yang mulai terpantau satelit pada 1975. Semula penipisan ini hanya bersifat temporal (musiman) belaka, tetapi ternyata kemudian proses penipisam tersebut terus berlanjut dan semakin parah. Pada 1980 para ilmuwan lingkungan Inggris menemukan adanya lubang ozon di Kutub Selatan. Terakhir penipisan lapisan ozon sudah semakin nampak jelas di Kutub Utara pada 1992.

Sebenarnya ozon termasuk polutan udara yang bisa mengganggu kesehatan. Udara yang mengandung ozon dengan konsentrasi sampai 0,3 ppm bila kontak dengan manusia bisa mengakibatkan terjadinya iritasi pada hidung dan tenggorokan. Manusia yang mengalami kontak selama 2 jam dengan udara yang mengandung freon dengan konsentrasi 1-3 ppm bisa menyebabkan pusing berat dan bagi orang yang sensitif bisa menyebabkan kehilangan koordinasi.

Selain itu ozon juga menyebabkan kerusakan kimia pada bahan tertentu seperti organik polimer, misalnya karet, tekstil alami, dan tekstil sintetis. Sensivitas bahan-bahan tersebut terhadap serangan ozon tergantung dari jumlah ikatan rangkapnya. Sebab yang diserang ozon adalah ikatan rangkapnya.

Dengan ketidakstabilannya, ozon berjasa besar kepada segenap makhluk hidup penghuni bumi. Lapisan ozon yang ada diatmosfir bumi menjadi “perisai” bagi penghuni bumi dari “serangan” energi radiasi ultra violet yang berasal dari sinar matahari. energi radiasi ini demikian besar sehingga bisa menyebabkan terjadinya perubahan gen yang sangat merugikan pada makhluk hidup. Selain itu dapat menimbulkan penyakit kanker, katarak, dan menurunkan imunitas tubuh.

Energi sinar ultra violet yang melintasi atmosfir bumi akan terserang lapisan ozon – yang tidak stabil – sehingga mengalami penguraian dengan melepas satu atom oksigennya menjadi O2. Selanjutnya O2 ini akan bereaksi lagi dengan atom oksigen yang berasal dari udara membentuk ozon kembali. Demikian seterusnya sehingga radiasi energi sinar ultra violet yang sampai ke permukaan bumi jauh berkurang.


Penipisan Lapisan Ozon

Penipisan dan bahkan munculnya lubang pada lapisan ozon telah memancing para pakar lingkungan untuk menemukan penyebab peristiwa tersebut. Diketahui kemudian bahwa penipisan lapisan ozon ini terjadi karena adanya reaksi ozon dengan senyawa khlorin yang ditemukan di atmosfir atas. Pengaruh sinar matahari menyebabkan senyawa khlorin mengalami penguraian menjadi khlor yang sangat reaktif dan segera bereaksi dengan ozon yang memang tidak stabil. Hasilnya akan membentuk khlor monoksida, yang juga kurang stabil dan akan melepaskan khlornya untuk bereaksi kembali dengan ozon. Sementara oksigen yang lepas dari khlor monoksida tidak kembali membentuk ozon lagi. Proses yang berlangsung terus menerus ini menyebabkan lapisan ozon di atnosfir terus menipis, karena terjadinya reaksi penguraian ozon tidak diikuti dengan reaksi pembentukannya.

Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa kehadiran senyawa khlorin dalam atmosfir diketahui berasal dari pelepasan freon ke udara. Sebab dalam lapisan stratosfir – bagian dari lapisan atmosfir – freon, mesikpun sebenarnya merupakan senyawa yang stabil, mengalami proses oksidasi fotokimia. Proses kimia ini terjadi dengan bantuan sinar matahari dan akan mengiksidasi komponen-komponen yang tidak dapat dioksidasi dengan cepat oleh oksigen.

Dengan proses tersebut freon terurai menjadi senyawa khlorin yang selanjutnya menghasilkan khlor dan bereaksi dengan ozon. Pelepasan freon secara terus-menerus ke udara akan menyebabkan semakin banyak pula senyawa khlorin yang dihasilkan. Hal ini sekaligus berarti menyebabkan semakin berkurangnya/menipisnya lapisan ozon di atmosfir.

Terjadinya penipisan lapisan ozon lebih cepat terjadi di daerah sub tropis dan kutub. Di daerah tropis, karena memiliki kandungan bahan-bahan organik yang relatif lebih banyak sehingga penipisan lapisan ozon bisa sedikit diimbangi dengan terjadinya pembentukan ozon melalui oksidasi fotokimia terhadap bahan-bahan organik tersebut. Bahan kimia yang mengalami proses oksidasi fotokimia lalu membentuk ozon adalah hidrokarbon dan nitrogen dioksida (NO2). Namun ozon yang diperoleh dari hasil oksidasi fotokimia tersebut hanya bisa memperlambat, tetapi balum mampu mengantisipasi pengurangan ozon akibat “dimakan” freon.

Jika penggunaan freon terus meningkat, maka proses penipisan lapisan ozon juga akan terus berlangsung. Dengan sendirinya jumlah radiasi sinar ultra violet ke permukaan bumi meningkat dan membahayakan kehidupan makhluk hidup. Bhaya radiasi sinar ultra violet ini tidak jauh berbeda dengan bahaya yang ditimbulkan oleh radiasi bahan nuklir.

Radiasi sinar ultra violet – seperti radiasi bahan radioaktif – bisa menyebabkan terjadinya reaksi inti (nuklir) jika mengenai suatu bahan. Bila terkena makhluk hidup bisa menyebabkan perubahan pada gen dan merusak sel dan jaringan. Perubahan pada gen akan menyebabkan adanya kelainan pada turunan makhluk hidup yang bersangkutan atau malah menyebabkan kematian, demikian juga rusaknya sel dan jaringan.

Dalam suatu ekosistem populasi suatu makhluk hidup sangat berpengaruh terhadap populasi makhluk hidup yang lain, karena adanya rantai makanan. Sebab makhluk hidup yang satu merupakan makanan bagi makhluk hidup yang lain dan terus berhubungan seperti halnya sebuah siklus, sehingga penurunan poplasi makhluk hidup tertentu akan sangat berpengaruh terhadap populasi makhluk hidup lain dalam sebuah ekosistem.

Tingginya radiasi sinar ultra violet di laut, sebagai misal, bisa membunuh phytoplankton, yang merupakan basis kehidupan di laut. Berkurang populasi phytoplankton akan mengganggu komnitas binatang laut lainnya, sehingga hasil ikan laut akan jauh berkurang. Pada gilirannya hal ini juga berpengaruh terhadap stabilias kehidupan masyarakat secara umum, karena nelayan dengan sendirinya akan beralih profesi. Sedangkan radiasi sinar ultra violet di darat, bisa menurunkan kualitas tanaman dengan terjadinya perubahan genetis yang menyebabkan daya tahannya terhadap penyakit, kemampuan produksi, kuantitas, dan kualitas produksi tanaman bisa jauh menurun. Sulit dibayangkan bagaimana nasib ummat manusia bila hasil produksi tanaman pangan terus menyusut.


Berakhirnya Era Freon

Komitmen terhadap lingkungan – agar tidak mewariskan kerusakan lingkungan yang parah kepada generasi mendatang – sudah semakin kuat dan meluas diseluruh dunia. Hal ini antara lain dengan pemberlakuan ISO 14000 sebagai standar internasional bagi setiap produk yang akan dipasarkan keseluruh dunia. Dengan ISO 14000 ini, maka produk yang dihasilkan melalui proses yang merusak lingkungan akan segera tersingkir dari pasar dunia. Jika sebelumnya penilaian dampak lingkungan oleh industri menggunakan prinsip end pipe, yang hanya menekankan pada penilaian dampak produk akhir dari suatu rangkaian proses produksi dari mulai pengolahan bahan baku sampai pengemasan produk tidak memiliki dampak negatif terhadap lingkungan.

Secara langsung dampak freon terhadap lingkungan memang tidak ada, namun pengaruhnya terhadap penipisan lapisan ozon bisa berakibat fatal bagi kelangsungan makhluk hidup dimuka bumi ini. Sehingga jika sistem pendinginannya msih menggunkan freon sebagai refrigerant belum bisa dikategorikan produksi bersih dan memenuhi standard ISO 14000, meskipun proses lainnya sudah bersih. Demikian juga dengan produk-produk peralatan pendingain yang masih menggunakan freon sebagai refrigerant. Karena itu era freon sebagai refrigerant nampaknya memang akan berakhir.

Informasi tentang freon ini perlu disebarluaskan kepada segenap lapisan masyarakat, tidak hanya terbatas untuk kalangan industri. Sebagai konsumen juga perlu memiliki kesadaran untuk tidak menggunakan produk-produk yang memanfaatkan freon. Sebab meskipun hanya untuk kegiatan skala kecil seperti sprayer, jika yang menggunakannya banyak akan berdampak yang luas juga. Pemerintah Indonesia sendiri telah bertekad untuk melarang impor senyawa freon pada akhir tahun 1996 ini.

Bagi kalangan industri, “perceraian” dengan freon sudah menjadi suatu keharusan agar tetap eksis di pasar dunia. Untuk ini, maka dukungan dari kalangan akademis sangat diperlukan dalam mengupayakan riset-riset agar bisa mendapatkan bahan pengganti freon, yang tentunya harus memiliki sifat yang “lebih ajaib” dibanding freon. Disamping memiliki banyak manfaat, tidak mudah terbakar atau meledak, tidak beracun, dan stabil serta tidak mempunyai efek samping yang merugikan. Jika ilmuwan Indonesia sudah mampu merancang pesawat terbang, bukan suatu hal yang mustahil bila kemudian ada yang berhasil menemukan refrigerant baru untuk menyubstitusi freon.


Penulis Staf Pengajar Fakultas Teknik Universitas Islam "45" (UNISMA) Bekasi

Selasa, November 05, 1996

MEWASPADAI LOGAM BERAT

ACHMAD MARZOEKI, ST
(Suara Muhammadiyah, No. 21 Th. Ke-81, 1 – 15 November 1996)


Dalam kehidupan sehari-hari istilah logam selalu dikonotasikan dengan bahan padat, keras, berat, dan sulit dibentuk. Karena begitulah sifat logam yang sudah akrab ditelinga kita seperti besi, tembaga, alumunium, dan lain-lainnya. Namun logam dalam artian ilmu kimia, tidaklah sama persis dengan anggapan masyarakat tersebut. Sebab pada suhu kamar (250C) ada juga logam yang berbentuk cair seperti air raksa atau hydragyrum (Hg), serium (Ce), dan gallium (Ga).

Ilmu kimia memberikan pengertian logam sebagai unsur yang memiliki sifat penghantar (konduktor) panas dan listrik yang baik; rapat massanya tinggi; dapat membentuk alloy (campuran) dengan logam lain; membentuk ion positif bila senyawanya dilarutkan dalam air; membentuk hidroksida bila oksidasinya bereaksi dengan air; dan yang berwujud padat kemudian bisa ditempa kemudian dibentuk.

Logam selanjutnya bisa dibagi dalam beberapa kelompok berdasarkan kemampuannya bereaksi (reaktifitasnya) dengan unsur lain. Diantaranya ada kelompok logam yang ion-ionnya bisa bereaksi biokimia (bereaksi dengan bahan-bahan kimia yang ada pada makhluk hidup). Kelompok ini bisa dibagi menjadi tiga kelas. Pertama, kelas A, yaitu logam-logam yang mudah bereaksi dengan oksigen (oxygen seeking metal). Kedua, kelas B, yaitu logam-logam yang mudah bereaksi dengan nitrogen atau belerang (nitrogen-sulfur seeking metal). Dan ketiga, kelas antara, yaitu logam-logam transisi yang memiliki sifat khusus sebagai pengganti logam-logam atau ion-ion logam kelas A dan B. Oleh Niebor dan Richardso, kelompok logam itulah yang disebut dengan logam berat.

Jika ditinjau dari sifat fisika dan kimia, maka kelompok logam berat tersebut memiliki sifat-sifat khusus berupa, special gravity lebih dari empat; nomor atom antara 22-34, 40-50 atau unsur lantanida dan aktinida, dan memiliki respon kimia yang khas pada makhluk hidup. Logam yang termasuk dalam logam berat diantaranya adalah air raksa (Hg), kadmium (Cd), timah hitam (Pb), khrom (Cr), tembaga (Cu), seng (Zn), dan nikel (Ni).

Bahaya Logam Berat

Hampir bisa dikatakan, semua logam berat merupakan racun bagi tubuh. Hanya saja ada sebagian logam berat yang dibutuhkan oleh makhluk hidup, namun dalam jumlah yang sedikit sekali. Bila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi akan bisa berakibat fatal bagi tubuh. Sebaliknya, bila terdapat dalam jumlah banyak akan berubah menjadi racun bagi tubuh. Logam berat yang memiliki sifat ini disebut logam berat essensial, misalnya Cu, Zn, dan Ni.

Daya racun bagi masing-masing logam berat tergantung dari jenis kelasnya. Logam kelas B merupakan logam yang memiliki daya racun paling besar. Hal ini karena ion-ion dari logam kelas B memiliki sifat-sifat paling efektif dengan gugus sulfihidril (-SH) dan gugus nitrogen (-N) yang merupakan gugus aktif dalam enzim; dapat menggantikan posisi ion-ion logam kelas antara dari enzim logam; bersama ion-ion logam kelas antara dapat membentuk ion logam yang larut dalam lemak sehingga bisa menumpuk dalam sel atau organ tubuh; dan kemampuan reaksi reduksi-oksidasinya yang bisa mengubah ke satuan fungsional dari protein. Contoh logam kelas ini adalah Hg, Pb, Cn, dan Cu.

Logam kelas antara memiliki daya racun disebabkan kemampuannya menggantikan ion-ion logam yang sudah ada secara alamiah pada molekulnya. Contohnya adalah Ni yang dapat menggeser Zn yang merupakan faktor aktif dalam enzim karbonat anhidrase. Logam kelas A merupakan logam berat yang memiliki daya racun paling rendah. Hal ini karena daya racunnya disebabkan kemampuannya menggantikan posisi ion-ion lain, tetapi masih ada satu golongan yang berfungsi pada enzim-enzim tertentu pula. Contohnya Mg yang bisa menggantikan Be, sehingga jadi beracun karena menghalangi kerja enzim yang ditempel atau yang berkaitan dengannya.

Karacunan logam berat dalam tubuh terjadi dalam tiga bentuk. Pertama, terhalanginya kerja gugus fungsional biomolekul yang esensial untuk proses-proses biologi, misalnya protein, lemak, dan enzim. Kedua, tergantikannya ion-ion logam esensial yang terdapat dalam molekul terkait. Ketiga, terjadinya modifikasi atau perubahan bentuk dari gugus-gugus aktif yang dimiliki oleh biomolekul.

Mekanisme keracunan yang terjadi dalam tubuh terjadi dalam dua fase, yaitu fase kinetik dan dinamik. Fase kinetik terjadi dalam proses-proses biologi biasa seperti penyerapan, penyebaran dalam tubuh, metabolisme, dan proses pembuangan (ekskresi). Sedangkan fase dinamik terjadi pada reaksi-reaksi biokimia dalam tubuh yang melibatkan enzim-enzim. Jika masih dalam fase kinetik, maka logam berat yang masuk kedalam tubuh bisa mengalami proses sinergetik (peningkatan daya racun) maupun antagonis (pengurangan atau bahkan penghilagan daya racun).

Kedua proses itu terjadi karena adanya bahan-bahan lain yang terdapat dalam tubuh (baik ada secara alamiah sebagai sebuah sistem maupun bahan yang masuk kedalam tubuh). Sebagai contoh daya racun Cd dalam tubuh bisa berkurang karena Cd bisa bereaksi dengan methallotionin yang sudah dimiliki oleh tubuh membentuk senyawa kompleks khelat. Contoh lain, daya racun Hg akan hilang bila unsur ini berkaitan dengan sulfur atau cesium yang ikut masuk kedalam tubuh. Sehingga orang yang keracunan Hg biasanya diberi senyawa 2,3 merkato propenol yang mengandung sulfur. Senyawa hasil reaksi logam berat dengan bahan lain ini akan dikeluarkan dari tubuh melalui faeces, urine atau dimuntahkan.

Akan tetapi bila sudah sampai fase dinamik, maka logam berat tersebut tidak bisa dinetralisasi lagi oleh tubuh. Selanjutnya logam berat bereaksi dengan senyawa-senyawa hasil proses biosintesa yang produknya bersifat merusak proses-proses biomolekul dalam tubuh. Pada tahap awal keracunan itu berupa terganggunya kerja enzim yang bereksi dengan logam berat. Tingkat berikutnya merusak seluruh sistem kerja enzim dalam tubuh. Selain enzim, gugus lemak juga bisa bereksi dengan logam berat yang hasilnya bisa mengganggu metabolisme lemak yang pada tahapan selanjutnya akan menyebabkan terganggunya kerja hati.

Bentuk-bentuk keracunan logam berat yang lain adalah terganggunya pernafasan (akibat keracunan Cu), insomnia (susah tidur), dan rusaknya organ-organ tubuh (keracunan Pb), penurunan fungsi paru-paru, pembengkakan kelenjar ludah, radang ginjal dan hati (keracunan Hg), kanker paru-paru (keracunan Cr), dan untuk yang sudah sangat kronis bisa menyebabkan kematian.

Sumber Logam Berat

Seperti halnya logam yang lain, logam berat secara alamiah bisa ditemukan secara luas dipermukaan bumi dari tanah, batuan, perairan, dan bahkan di lapisan atmosfir. Yang paling rawan menimbulkan bahaya keracunan adalah logam berat yang berwujud debu atau uap karena mudah terserap kedalam tubuh baik secara langsung (melalui air minum) maupun melalui ikan atau binatang air lainnya yang dikonsumsi manusia. Karena itu perlu diwaspadai aktifitas yang bisa menghasilkan debu, uap maupun partikel logam berat yang larut dalam air.

Debu dan uap maupun partikel logam berat yang terlarut dalam air bisa dihasilkan oleh proses alam maupun kegiatan manusia. Proses alam yang menghasilkan partikel logam berat yang terlarut dalam air meliputi peristiwa pengikisan (erosi) batuan mineral yang mengandung logam berat baik oleh air maupun angin dan terbawa turunnya debu-debu dan partikel-partikel logam berat yang ada di atmosfer oleh hujan. Sedangkan kegiatan manusia yang menghasilkan logam berat dalam bentuk debu, partikel atau bahan yang terlarut dalam air umumnya adalah industri dan transportasi.

Banyak industri yang menghasilkan logam berat sehingga limbahnya tidak boleh dilakukan sembarangan. Tembaga misalnya, digunakan antara lain dalam industri cat, insektisida, fungisida, katalis, dan batu baterai. Kadmium banyak digunakan dalam industri pesawat terbang, zat warna, baterai, fotografi, dan sebagai stabilizer pipa PVC. Khromium banyak digunakan dalam industri pelapis peralatan, campuran pembuatan baja anti karat, kawat-kawat tahan listrik, dan alat-alat pemotong. Sedangkan timbal digunakan dalam industri baterai, kabel telepon, kabel listrik, cat, dan konstruksi pabrik-pabrik kimia.

Selain industri juga masih ada aktifitas lain yang menghasilkan debu atau partikel logam berat. Sebagai contoh asap-asap kendaraan bermotor mengandung Pb yang berasal dari senyawa tetrametil-Pb dan tetraetil-Pb yang biasanya ditambahkan dalam bahan bakar kendaraan bermotor sebagai anti ketuk (anti-knock) mesin kendaraan bermotor. Air minum juga bisa mengandung Pb jika disimpan atau dialirkan melalui pipa-pipa yan terbuat dari campuran logam Pb. Demikian juga makanan dan minuman kalengan bisa mengandung Pb bila menggunakan campuran logam Pb sebagai kalengnya.

Penulis adalah staf pengajar pada Fakultas Teknik Universitas Islam “45” (Unisma), Bekasi.