Rabu, Juni 08, 2016

Mutiara Ramadhan - Ramadhan dan Inspirasi Perubahan

Achmad Marzoeki
(Kebumen Ekspres, Kamis, 9 Juni 2016)

Dalam setiap ibadah yang dijalankan, sebenarnya ada hikmah yang bisa dipetik untuk selanjutnya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Demikian pula dengan ibadah puasa yang dilaksanakan umat Islam selama bulan Ramadhan. Perubahan rutinitas harian selama menjalankan ibadah puasa, mestinya menyadarkan kepada kita bahwa selama manusia belum udzur, masih bisa mengubah perilakunya. Sehingga jangan sampai memaknai prinsip, “menjadi diri sendiri” dengan pembenaran keadaan yang salah, seperti “aku ini ya begini, jangan dipaksa mengubah kebiasaanku”, atau “baik bagimu belum tentu baik bagiku”. Dua jargon terakhir sering digunakan oleh orang-orang untuk menolak nasehat yang tak sesuai dengan keinginannya, meskipun nasehat tersebut sebenarnya baik. Kebaikan yang semestinya bersifat universal dibawa ke ranah perdebatan yang tidak akan ada ujung.
Perhatikan saja seorang perokok di bulan Ramadhan. Jika di luar bulan Ramadhan bisa menghabiskan dua bungkus rokok dari pagi sampai sore hari, selama bulan Ramadhan, di waktu yang sama, rokoknya sama sekali tak tersentuh. Apakah kemudian dia menjadi tidak bisa beraktivitas? Bisa jadi di hari-hari pertama begitu, namun tak selama bulan Ramadhan seorang perokok akan meninggalkan aktivitas rutinnya di siang hari hanya karena tidak bisa merokok. Seorang yang di hari-hari biasa, masuk ke masjid hanya sepekan sekali saat shalat Jum’at, berubah menjadi rajin shalat berjama’ah lima waktu di masjid. Bisa jadi perubahan itu tidak bertahan sampai akhir Ramadhan, namun sekali lagi hal itu sudah cukup memberi pelajaran kepada kita bahwa pada dasarnya perilaku sehari-sehari seseorang masih bisa berubah.
Kalau dicermati perubahan apa saja yang dilakukan ketika menjalankan ibadah puasa, mungkin sama dengan tiga tipologi perubahan yang dikenalkan Kritner dan Kinicki (2001). Pertama adaptive change (perubahan untuk beradaptasi), contohnya perubahan untuk mengatur irama dan beban kerja di siang hari selama berpuasa, agar pekerjaan bisa tetap terlaksana sambil tetap berpuasa. Kedua innovative change (perubahan dengan melakukan inovasi), mencoba membuat variasi menu makan di saat sahur, untuk membangkitkan selera makan. Karena tak semua orang bisa makan dengan lahap di waktu sahur. Dan ketiga radically change (perubahan yang sangat mendasar), contohnya yang semula jarang shalat lima waktu atau jarang berjama’ah, saat bulan Ramadhan menjadi rajin shalat berjama’ah di masjid. Tentunya masih banyak perubahan-perubahan lain yang dilakukan, baik disadari atau tidak, yang intinya sama, memperbanyak perbuatan baik dan mengurangi perbuatan buruk
Banyaknya perubahan perilaku orang selama berpuasa di bulan Ramadhan, dari yang sederhana sampai yang drastis, menjadi bisa dipahami, mengapa kewajiban ibadah puasa bertujuan agar yang menjalaninya bisa menjadi orang bertaqwa. Sebagaimana firman Allah SWT yang selama sebulan ini bakal sering kita dengar diucapkan orang, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa.” (Q.S. Al Baqarah:183).
Yang belum bisa banyak dilakukan orang, barangkali adalah mengambil inspirasi bulan Ramadhan dalam merencanakan perubahan, baik secara individu maupun kelompok. Faktanya, momentum apa pun yang terjadi dalam kehidupan manusia, belum ada yang mampu menghadirkan perubahan fenomenal seperti yang terjadi di bulan Ramadhan.
Kenyataan ini sepatutnya menjadi bahan renungan dan kajian ketika memasuki bulan Ramadhan untuk melakukan telaah diri bersama kelompok. Jika di bulan Ramadhan bisa melakukan banyak perubahan, mengapa di bulan-bulan lain, hanya sedikit perubahan yang bisa dilakukan? Harus bersama kelompok, karena perubahan hampir mustahil dilakukan sendirian. Kalaupun bisa dilakukan seorang diri, umumnya jarang bertahan lama, sehingga mesti dilakukan bersama-sama. Entah kelompok itu berupa keluarga, sebuah tim kerja, instansi pemerintah maupun swasta.
Yang paling mudah, semestinya adalah kajian perubahan melalui keluarga, ayah, ibu dan anak. Apalagi umumnya di bulan Ramadhan, intensitas pertemuan dengan keluarga menjadi lebih sering. Yang jarang makan bersama keluarga, setidaknya saat makan sahur lebih besar kemungkinannya untuk dilakukan bersama keluarga. Intensitas pertemuan yang lebih sering mestinya bisa diikuti dengan komunikasi yang lebih efektif, sehingga bisa menghasilkan kesamaan persepsi untuk melakukan perubahan bersama. Dengan demikian sekaligus akan menjadi bagian dari pelaksanaan perintah Allah SWT yang lain, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai ( perintah ) Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S. A-Tahrim:6)
Harapan masyarakat, Pemerintah Kabupaten Kebumen di bawah kepemimpinan baru dengan slogan “No Korupsi No Upeti” mestinya juga bisa memanfaatkan momentum Ramadhan ini untuk mengintensifkan sosialisasi agar bisa mengubah slogan menjadi kenyataan. Bahwa birokrasi pemerintahan dijalankan tanpa harus korupsi dan upeti, adalah sesuatu yang bukan mustahil bisa diwujudkan. Walaupun pada awalnya ditanggapi skeptis dan hanya didukung sekelompok kecil. Perubahan selalu dimulai dari kelompok kecil yang kreatif (creative minority) dan sabar dalam menggerakkan perubahan. Al Qur’an juga mengabadikan contoh seperti dalam kisah Talut dan Jalut, ketika pasukan dengan jumlah sedikit mampu menundukkan pasukan yang berjumlah lebih banyak, “... Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.

Wallahu a’lam bi shawab