Jumat, November 19, 2010

Pengalaman Terpahit



Pengalaman pahit selalu melekat dalam alam bawah sadar manusia, meski di alam sadar umumnya manusia berusaha melupakannya. Sebenarnya melupakan peristiwa masa lalu bukanlah jalan keluar terbaik. Perlu energi besar untuk menghapus memori masa lalu, efeknya juga bisa mengurangi daya ingat. Bukan tidak mungkin, akibat tidak mau mengingatnya, pengalaman pahit itu justru bisa terulang lagi.

Di antara kita mungkin ada yang sampai dua kali atau lebih bercerai, usaha bangkrut, terkena PHK, kecopetan, ditipu atau dikhianati mitra kerja. Keledai saja tidak mau terperosok dua kali pada lubang yang sama, anehnya manusia yang dikaruniai akal pikiran malah bisa berulang-ulang mengalami peristiwa pahit yang hampir sama. Untuk mencegahnya, langkah terbaik adalah belajar dari pengalaman pahit tersebut dan menerimanya sebagai bagian dari jalan hidup yang harus dilalui.

Dalam pelatihan, adakalanya peserta diminta menceriterakan pengalaman terpahit selama hidupnya. Sayangnya seringkali sesi seperti ini kurang dimanfaatkan dengan baik, dianggap sekadar intermezo, sehingga tidak memberi hasil optimal. Padahal banyak pelajaran bisa dipetik dan diterapkan melalui berbagi cerita pengalaman terpahit, baik bagi peserta yang bersangkutan maupun peserta lainnya.

Seseorang yang bisa menceriterakan pengalaman terpahit secara jelas dan terbuka menunjukkan kemampuannya dalam hal : (1) mengapresiasi dan mengklasifikasi peristiwa yang pernah dialaminya; (2) menjaga stabilitas emosi dalam berkomunikasi; (3) menjalin hubungan akrab tanpa prasangka dan kepura-puraan. Kebalikannya seseorang yang tidak bisa menceritakan pengalaman terpahitnya, berarti belum memiliki tiga kemampuan tersebut.

Peristiwa yang diberi predikat pengalaman terpahit akan membantu seseorang lebih mengenali diri, terkait apa yang tidak diinginkannya dalam kehidupan di masa kini dan mendatang. Secara umum orang akan menyebutkan pengalaman terpahit dengan kehilangan salah satu dari tiga hal, yaitu status kedudukan, kekayaan atau hubungan antar manusia. Dari situ nampak orientasi yang dominan dalam diri seseorang.

Peristiwa sama bisa diapresiasi berbeda, misalnya perceraian. Sama-sama ditempatkan sebagai pengalaman terpahit oleh orang yang berbeda, tapi kalau ditelusuri lebih jauh bisa berbeda latar belakangnya. Seseorang menjadikannya pengalaman terpahit, bisa jadi karena akibat yang dialami sesudah perceraian, bukan karena perceraian itu sendiri. Karena mantan pasangannya orang kaya, perceraian membuatnya menjadi miskin, atau pasangannya orang populer, bercerai menjadikannya kesepian, atau perceraian bukan sesuatu yang lumrah di lingkungan keluarganya, sehingga membuatnya terkucil dari keluarga.

Demikian juga peristiwa lainnya, bisa ditelusuri lebih jauh, substansi apa yang membuat kita kategorikan sebagai pengalaman pahit atau terpahit. Dari situ kita bisa belajar apa yang harus dilakukan untuk mencegah substansi peristiwa itu terulang kembali dalam kehidupan kita di masa kini dan mendatang.

Majalah Motivasi dan Inspirasi KHAlifah, Edisi 28, Nopember 2010.

Tidak ada komentar: