Sabtu, Maret 12, 2011

Menggali dan Mengembangkan Mentalitas Ekonomi Masyarakat


Pasca diberlakukannya otonomi daerah dengan digulirkannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang kini sudah diganti dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, semua daerah berlomba untuk menggali seluruh potensi bagi kemajuan daerahnya. Pragmatisme di kalangan birokrasi daerah khususnya di kabupaten/kota membuat langkah yang jamak dilakukan adalah berupaya semaksimal mungkin meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui sejumlah pajak dan retribusi daerah. Langkah ini tidak jarang melahirkan ekonomi biaya tinggi (high cost economy) yang membuat lesu iklim usaha. Selain itu, tidak sedikit pula perda yang mengaturnya berbenturan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi. Akibatnya pasca pemberlakuan otonomi daerah banyak perda tentang pajak dan retribusi daerah yang kemudian dibatalkan Pemerintah Pusat. Selama kurun waktu tahun 2002 s.d 2009 tercatat sebanyak 1.105 perda telah dibatalkan Pemerintah Pusat.

Upaya meningkatkan PAD memang penting sebagai sumber pembiayaan pembangunan daerah, namun yang jauh lebih penting adalah meningkatkan aktifitas perekonomian masyarakat. Karena peningkatan aktifitas perekonomian masyarakat dengan sendirinya akan mendongkrak daya beli masyarakat yang pada akhirnya juga meningkatkan pemasukan pajak dan retribusi daerah selama pemungutannya dilakukan secara efisien. Sehingga tanpa memperbanyak obyeknya, hasil pajak dan retribusi daerahpun sebenarnya bisa ditingkatkan secara signifikan.

Untuk itu salah satu yang perlu dikaji lebih mendalam oleh Pemerintah Daerah adalah potensi yang berupa mentalitas ekonomi masyarakat di daerahnya. Daerah-daerah yang memiliki basis industri kecil penopang perekonomian daerah seperti Klaten, batik Pekalongan dan lain-lain, tidaklah muncul begitu saja tanpa melalui proses pergulatan ekonomi masyarakatnya.

Skripsi berjudul “Pasar Kebumen Masa Pemerintahan Bupati Aroeng Binang VII Tahun 1908-1934 (Studi Sejarah Sosial Ekonomi)” memuat banyak hal yang menarik tentang masyarakat Kebumen, dari sejarah sampai mentalitas ekonominya. Meskipun ditulis pada tahun 1991, untuk memenuhi persyaratan penulisnya mendapatkan gelar sarjana S 1 Sejarah di Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta, dalam konteks masa pemberlakuan otonomi daerah seperti sekarang menjadi aktual untuk diterbitkan. Karena itu setelah dilakukan penyuntingan naskah dan menghilangkan bagian-bagian yang hanya merupakan formalitas sebuah skripsi, selanjutnya disistematisasi ulang sampai akhirnya menjadi sebuah buku kecil dengan judul “Pasar Kebumen Masa Pemerintahan Aroeng Binang VII”.

Salah satu yang menarik dari buku ini adalah kajian tentang mentalitas ekonomi masyarakat Kebumen pada masa pemerintahan Bupati Aroeng Binang VII (1908-1934). Berdasarkan uraian dan logika teori yang dibangun dalam buku ini, dapat disimpulkan bahwa mentalitas ekonomi masyarakat merupakan hasil dari sebuah proses panjang interaksi masyarakat dengan keyakinan dan kondisi geografis tempat tinggalnya. Sehingga bisa jadi merupakan aplikasi dari sebuah tafsiran lokal atas suatu ajaran agama atau sistem nilai budaya tertentu. Karena itu pula mentalitas ekonomi masyarakat akan sangat berpengaruh dalam pertumbuhan dan perkembangan aktifitas perekonomian di suatu daerah.

Secara etnis masyarakat Kebumen merupakan bagian dari masyarakat Jawa. Sedangkan dari sisi profesi, mayoritas adalah petani. Sehingga aktifitas keseharian masyarakat dipengaruhi oleh sistem nilai budaya Jawa dan petani.
Telaah yang dilakukan Frans Magnis-Suseno (1985) terhadap sistem nilai budaya Jawa menunjukkan bahwa sistem tersebut tidak hanya cocok bahkan mendorong jalannya proses pembangunan, khu¬susnya di bidang ekonomi. Dengan kata lain perkembangan Kebumen di masa itu juga tidak lepas dari perkembangan sistem nilai budaya Jawa yang banyak mempengaruhi masyarakat Kebumen.

Dalam konteks inilah perlu ditelaah lebih lanjut untuk masa sekarang. Pertama, masihkah sistem nilai budaya Jawa mempengaruhi masyarakat Kebumen ? Kedua, kalau masih, tidak adakah pergeseran nilai yang terjadi ? dan ketiga, adakah sistem nilai budaya lain yang mulai mempengaruhi masyarakat Kebumen ? Telaahan ini penting untuk bisa menilai bagaimana mentalitas ekonomi masyarakat Kebumen masa sekarang, sehingga program pembangunan yang tepat bagi masyarakat Kebumen bisa direncanakan dan dilaksanakan dengan lebih baik.

Apabila mentalitas ekonomi masyarakat Kebumen sekarang dinilai kurang mendukung bagi pelaksanaan pembangunan, khususnya terkait dengan otonomi daerah yang sekarang sudah diterapkan, maka perlu dirancang program yang bisa mengembangkan mentalitas masyarakat agar bisa mendukung pembangunan Kabupaten Kebumen. Hakekat pembangunan yang dulu pernah didengungkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yakni “Membangun manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya” perlu diaktualisasikan.
Pembangunan yang lebih sesuai dengan mentalitas ekonomi masyarakat diharapkan akan lebih memberikan hasil yang lebih memuaskan, baik bagi masyarakat maupun Pemerintah Kabupaten Kebumen. Karena itulah, memang sudah selayaknya Pemerintah Kabupaten Kebumen memberikan perhatian khusus dalam upaya mengetahui kondisi mentalitas ekonomi masyarakat Kebumen sekarang untuk kemudian mengembangkannya.

Tidak ada kata terlambat untuk memulai, karena mengembangkan mentalitas ekonomi masyarakat bukan pekerjaan singkat yang bisa dilaksanakan dalam waktu satu-dua hari, melainkan mesti dilakukan dengan serangkaian program simultan dan berkesinambungan. Masyarakat, baik secara individu maupun kolektif melalui lembaga-lembaga swadaya masyarakat atau organisasi sosial kemasyarakatan juga berhak mengambil langkah inisiatif maupun partisipatif untuk menggali dan mengembangkan mentalitas ekonomi masyarakat. Karena peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai tujuan penyelenggaraan otonomi daerah keberhasilannya tidak akan lepas dari partisipasi masyarakat.

Kehadiran buku ini mudah-mudahan bisa menginspirasi langkah-langkah lain dalam upaya menggali dan mengembangkan potensi Kabupaten Kebumen, tidak hanya terkait dengan sumber daya alam (SDA) tapi juga sumber daya manusia (SDM). Potensi SDA sudah banyak dieksplorasi tinggal bagaimana memanfaatkannya secara optimal agar bisa memberi manfaat sebesar-besarnya dan meminimalkan dampak negatif, khususnya kerusakan lingkungan yang mungkin ditimbulkannya. Sementara potensi SDM belum banyak tereksplorasi, karena pendidikan, profesi dan karir seseorang lebih cenderung menjadi masalah pribadi yang belum menjadi perhatian bersama, baik Pemerintah, swasta maupun masyarakat. Sehingga banyak SDM unggulan dari Kabupaten Kebumen kemudian akhirnya mengembangkan profesi dan karirnya di luar daerah karena tidak atau kurang terwadahi Kebumen.

Melalui langkah-langkah yang bersifat komprehensif dan simultan dalam menggali serta mengembangkan potensi SDA dan SDM mudah-mudahan Pemerintah Kabupaten Kebumen bisa mengoptimalkan penyelenggaraan otonomi daerah bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Kebumen, Januari 2011

Penyunting

Achmad Marzoeki

Pengantar sebagai penyunting pada buku,"Pasar Kebumen Masa Pemerintahan Aroeng Binang VII" Masjid Raya, Kebumen, Maret 2011. Launching Aula Setdakab Kebumen, 12 Maret 2011.

Tidak ada komentar: