Rabu, Februari 15, 2012

GPII: Gerakan Indonesia Tanpa FPI Sangat Tendensius...


Penulis: ApikoJM
Rabu, 15 Februari 2012 18:25

itoday - Ketua Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) Achmad Marzoeki setuju dengan logika Kuasa Hukum Front Pembela Islam (FPI) Munarman yang menyatakan Gerakan Indonesia Tanpa FPI disponsori oleh Ulil Abshar Abdalla Cs yang saat ini aktif di Partai Demokrat.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Munarman menuding Ulil Cs merancang Gerakan Indonesia Tanpa FPI sebagai upaya untuk alihkan pandangan masyarakat terhadap Partai Demokrat yang sedang terbelit skandal korupsi besar-besaran.

Kang Juki, sapaan akrabnya, menyatakan kalau mau berpikir logis, seharusnya Ulil Cs juga melakukan Gerakan Indonesia Tanpa Partai Demokrat. Karena jelas, dilihat dari hukum positif ancaman hukuman untuk koruptor lebih besar daripada para pelaku kekerasan. " Nah, kalau berani mengidentikkan FPI dengan kekerasan, mestinya berani pula identikkan Demokrat sebagai partai korupsi, dan orang yang membuat Gerakan Indonesia Tanpa FPI juga berani menyuarakan Indonesia Tanpa Demokrat," tandas Kang Juki kepada itoday, Rabu (15/2).

"Sebab, kalau ada orang yang fokus mengidentikkan FPI dengan kekerasan, mengapa ia juga tidak berani fokus mengidentikkan Partai Demokrat dengan korupsi?" gugatnya.

Faktanya, kata Kang Juki, ormas yang kerap melakukan tindak kekerasan bukan hanya FPI. Maka bisa dikatakan, Gerakan Indonesia Tanpa FPI sangat tendensius. Bukan bertujuan benar-benar untuk menghilangkan praktek-praktek kekerasan di Indonesia, tetapi untuk agenda yang lain. " Kan yang sering pakai kekerasan nggak hanya FPI. Makanya kalau obyektif, jangan tendensius ke satu ormas atau satu partai," kata pria kelahiran Kebumen, Jawa Tengah.

Kang Juki menyatakan Gerakan itu disponsori Partai Demokrat juga sangat mungkin. Dengan logika sederhana, bukan cuma bilang disponsori, lebih kongkret lagi orang-orang Partai Demokrat yang menyeponsori. Bukankah ada beberapa kesamaan, bahwa kekerasan dan korupsi sama-sama tidak kita sukai. Alur berpikir sampai pada kesimpulan keduanya sama. " Lalu mengapa hanya salah satu yang dikampanyekan? Saya hanya pakai logika, bukan fakta. Bahwa nantinya logika itu ternyata menemukan fakta lain lagi persoalannya," pungkas Kang Juki yang penulis novel Pil Anti Bohong.*

Tidak ada komentar: