Oleh: Achmad Marzoeki
Salah satu pertanyaan
yang acapkali terlontar ketika sebuah nama disodorkan sebagai seorang kandidat
Bupati Kebumen adalah terkait kedekatannya dengan NU atau Muhammadiyah. Begitu
pula perbincangan dalam group facebook "Pemilihan Bupati Kebumen
2015-2020". Saat ada beberapa orang yang mencoba mengotak-otik kemungkinan
komposisi Bupati Kebumen dan dua orang wakilnya (mengacu Perppu Nomor 1 Tahun
2014, Kebumen memiliki dua Wakil Bupati). Komentar yang muncul di antaranya
mempertanyakan keterwakilan kedua ormas tersebut, paling tidak kedekatannya.
Sedemikian besarkah pengaruh kedua ormas tersebut dalam mempengaruhi pemilih?
Jika membaca komposisi
DPRD Kabupaten Kebumen hasil Pemilu 2014 lalu, kita bisa sedikit menebak
pengaruh kedua ormas tersebut. Masa loyalis NU secara teoritis akan ke PKB dan
sebagian PPP. Hasilnya PKB meraih 77.505 suara dari 652.957 suara sah, atau
11,87% dan mendapat 6 kursi DPRD, sementara PPP meraih 44.351 suara (6,79%) dan
3 kursi. Masa loyalis Muhammadiyah secara teoritis akan ke PAN dan sebagian
PKS. Hasilnya PAN meraih 73.356 suara (11,23%) dan mendapat 7 kursi, sementara
PKS meraih 50.355 suara (7,71%) dan 3 kursi. Jika dijumlah NU meraih 121.856
suara dan Muhammadiyah 123.711 suara, kalau digabung menjadi 245.567 suara,
senilai 37,61% dari suara sah atau 23,51% dari pemilih yang terdaftar dalam DCT
Pileg 2014 yang berjumlah 1.044.364 (data diolah dari kpu.kebumen.go.id).
Jumlah yang sangat berharga untuk memenangkan pemilihan bupati.
Namun dalam prakteknya
ke mana suara warga NU dan Muhammadiyah disalurkan, tidaklah sesederhana itu
pembagiannya. Karena kader kedua ormas tersebut jika ditelisik juga ada di
semua partai. Selain itu terlalu sederhana menggolongkan umat Islam hanya ke
dalam NU dan Muhammadiyah. Sebagai mayoritas penduduk Kebumen (data tahun 2005
penganut agama Islam 98,68% tapi pada Kebumen dalam Angka Tahun 2014 tidak
disebutkan), umat Islam Kebumen sebenarnya memiliki bermacam wadah aktivitas,
yang mungkin tidak selalu terpantau keberadaannya karena bergerak “tanpa papan
nama”. Di laman resmi Pemerintah Kabupaten Kebumen, selain NU dan Muhammadiyah
hanya ditambah dengan Hidayatullah. Padahal mestinya di Kabupaten Kebumen masih
ada juga LDII, Jama’ah Tabligh, Jama’ah Salafi, Jama’ah Wahabi dan lain-lain,
yang kesemuanya itu tidak berafiliasi dengan NU atau Muhammadiyah.
Hanya karena praktek
beribadah NU dan Muhammadiyah menampakkan perbedaan dalam beberapa hal yang
mudah dilihat, membuat masyarakat mengidentifikasi umat Islam hanya dengan NU
atau Muhammadiyah. Meski perbedaan sebenarnya tidaklah mendasar, namun bagi
masyarakat bawah sudah cukup melahirkan resistensi kalau sudah dikaitkan dengan
pemilihan. Bahkan dalam Pilbup 2010 lalu, konon ada kandidat yang tidak jadi maju
melalui PAN, karena khawatir mendapat label Muhammadiyah dan bisa menurunkan
perolehan suaranya.
Padahal kemudian justru pasangan
calon dari koalisi PAN yang akhirnya menang. Dominasi PDIP yang menguasai 30%
kursi DPRD, akhirnya tumbang. Bahkan pasangan calon dari PDIP, Wabup petahana
yang menggandeng kader Partai Golkar, menempati urutan terakhir dari empat
pasang calon yang bertarung dalam Pilbup 2010. Sementara Partai Demokrat,
partai penguasa di tingkat nasional, akhirnya juga kalah dalam dua putaran
meskipun mengusung Bupati petahana sekaligus tokoh NU, berpasangan dengan kader
PDI-P. Mungkinkah karena saat itu PAN berkoalisi dengan PPP dan PKNU, sehingga
menggabungkan dua kekuatan NU-Muhammadiyah?
Aktivitas
sosial
Harapan masyarakat yang agaknya tak terungkapkan
dari pertanyaan “NU atau Muhammadiyah” mungkin menyangkut latar belakang aktivitas
sosial kandidat. Karena organisasi sosial yang mapan dan dikenal masyarakat
Kebumen hanya NU dan Muhammadiyah. Bagi kandidat yang berasal dan berdomisili
di Kebumen untuk menjadi pengurus NU atau Muhammadiyah, tentu merupakan suatu
perjuangan tersendiri. Berbeda misalnya dengan sekadar mengurus KONI, DKD, PMI,
PGRI, IDI, GAPENSI atau organisasi profesi dan paguyuban lainnya.
Secara struktural NU dan Muhammadiyah, mempunyai
kepengurusan sampai tingkat desa/kelurahan dan bersentuhan langsung dengan
masyarakat tingkat bawah. Sehingga pengalaman memimpin atau beraktivitas di
lingkungan NU atau Muhammadiyah sangat berguna dalam mengenal kultur dan
heterogenitas masyarakat Kabupaten Kebumen. Pengalaman beraktivitas sosial ini
akan menjadi nilai tambah yang sangat berpengaruh dan diharapkan bisa
menetralisir unsur negatif dari latar belakang profesi masing-masing. Kandidat
yang berlatar belakang pengusaha semata, dikhawatirkan kelak hanya berhitung
untung rugi dalam menjalankan tugasnya sebagai Bupati Kebumen. Sementara
kandidat berlatar belakang birokrat murni bisa jadi kurang luwes dalam
mengambil kebijakan dan tidak kreatif membuat langkah terobosan.
Sampai saat ini tampaknya belum ada yang
meneliti keterkaitan latar belakang aktivitas sosial dengan kinerja seorang
bupati dalam menjalankan tugasnya. Sehingga meski argumentasi tersebut logis,
tetap saja masih merupakan asumsi. Namun sekadar menyebut contoh, barangkali Walikota
Yogyakarta dua periode (2001-2006 dan 2006-2011) Herry Zudianto, bisa disebut
sebagai kader Muhammadiyah yang berhasil menjadi walikota. Sementara kader NU
yang dinilai berhasil menjadi bupati, adalah Abdullah Azwar Anas, Bupati
Banyuwangi (2010-2015). Jika mengamati kinerja kedua orang tersebut, demikian
juga keadaan daerah selama kepemimpinannya, sepertinya tak akan ada yang
membantah keberhasilan keduanya dalam memimpin daerahnya.
Rekam jejak
Jika asumsi tentang pengaruh latar belakang
aktivitas sosial kandidat bisa diterima, maka rekam jejak para kandidat menjadi
layak untuk dicermati. Karena itu, sudah sepantasnya mereka yang memiliki
niatan untuk maju dalam Pilbup 2015 mulai bersosialisasi dengan masyarakat.
Setidaknya berinteraksi dalam dunia maya melalui media sosial (medsos) seperti Facebook, Twitter atau Google+.
Media sosial yang banyak digunakan masyarakat Kabupaten Kebumen untuk
berinteraksi.
Terlepas apakah yang menjalankan akun medsos
tersebut yang bersangkutan sendiri atau timnya, sudah mulai terbaca karakter
beberapa kandidat yang muncul. Siapa kandidat yang cenderung elitis, siapa yang
berani bersikap merakyat, tidak menjaga jarak dan berani berinteraksi dengan
siapa saja. Siapa yang berani terbuka mengemukakan gagasan dan mau mendiskusikannya,
siapa yang hanya berani mengeluarkan pernyataan-pernyataan normatif yang tidak
bisa digunakan sebagai indikasi dari kapasitas pribadinya.
Yang tampaknya menghalangi seorang kandidat
mau lebih terbuka di dunia maya, adalah kekhawatiran dianggap terlalu dini
memulai, nggege mangsa, tergesa-gesa.
Sebuah perilaku yang bagi masyarakat Kebumen mungkin bisa dianggap nyrandu, tidak sopan kepada penguasa.
Apalagi KPUD Kabupaten Kebumen secara resmi belum memulai tahapan
Pilbup 2015. Tapi kalau memahami heterogenitas masyarakat Kebumen, penilaian
tersebut tentu lahir dari kelompok yang masih konservatif. Bagi yang sudah
sedikit moderat, sambutan terhadap munculnya kandidat baru mengindikasikan
kejenuhan terhadap petahana dan tokoh-tokoh sekitar petahana yang
digadang-gadang akan menjadi kandidat pula.
Yang pasti dengan semakin lamanya proses
interaksi seorang kandidat dengan masyarakat, semakin banyak dikenal plus-minus
seorang kandidat. Bagi yang tidak siap sisi negatifnya diketahui masyarakat,
sudah tentu akan meminimalkan interaksi langsung dengan masyarakat. Sebaliknya
bagi kandidat yang merasa tidak ada sisi negatif yang bisa digunakan untuk
menjatuhkan reputasinya, tidak akan mempunyai beban untuk berinteraksi langsung
dengan masyarakat. Daripada menggunakan istilah yang mungkin tak semuanya
paham, maka akhirnya pertanyaan sederhana yang tertuju terhadap seorang
kandidat adalah NU atau Muhammadiyah? Sekadar merujuk ke mana mesti mencari
referensi untuk menilai seorang kandidat, atau mengetahui latar belakang
aktivitas sosialnya. Jika di lingkungan kedua ormas tersebut tidak dikenali dan
tak kunjung mengenalkan diri, apa kita hendak memilih “kandidat dalam karung”?
Semuanya berpulang kembali kepada masyarakat yang memiliki hak pilih.
Admin group facebook
“Pemilihan Bupati Kebumen 2015-2020”
Dimuat di Kebumen Ekspres, 27 Desember 2014