ACHMAD MARZOEKI, ST
(Suara Muhammadiyah, No. 24 Th. Ke-80, 16 – 31 Desember 1995)
Plastik, sebenarnya merupakan istilah teknis untuk menunjukkan sifat beberapa jenis bahan sintesis yang berarti liat. Dalam perkembangan selanjutnya plastik digunakan untuk menyebut semua bahan sintesis termasuk bahan yang bersifat kaku. Karena sampai saat ini belum ada nama lain yang pas, maka sampai sekarang, meskipun kurang tepat, plastik tetap digunakan sebagai nama bahan-bahan sintesis.
Untuk membedakan jenis plastik sesuai dengan sifatnya, maka kemudian ada istilah plastik thermoplast (bersifat liat dan bisa dibentuk lagi dengan pemanasan) dan plastik thermoset (bersifat kaku dan tidak bisa dibentuk lagi meski dengan pemanasan).
Plastik mulai dikenal semenjak sekitar 3.000 tahun yang lalu dalam kehidupan bangsa Mesir kuno. Saat itu plastik yang dikenal masih bersifat alami, bersumber dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Penggunaannya juga terbatas sebagai bahan pelapis dan bahan dekorasi. Plastik sintetis mulai dirintis pada tahun 1846 oleh Schonbein (Jerman) yang memodifikasi sellulosa kayu dan tumbuhan dengan asam nitrat untuk membuat plastik semi sintesis. Plastik yang 100% sintesis dihasilkan dari penelitian Leo Baekeland (Belgia) selama tahun 1907-1909, yaitu dengan ditemukannya Bakelite. Selanjutnya plastik mengalami perkembangan yang pesat pada tahun 1940-an mula-mula di Jerman, kemudian diikuti Jepang dan negara industri lainnya.
Penggunaan plastik demikian cepat berkembang dan merambah ke berbagai bidang kegiatan dari yang sederhana misalnya untuk tali (rafia), plastik pembungkus sampai ke peralatan modern seperti komponen listrik, mesin, dan berbagai macam peralatan lainnya. Hal ini karena plastik memiliki beberapa keunggulan dibandingkan bahan lainnya, yaitu ringan, tidak menyerap air, tahan karat, dan tidak membusuk. Sehingga hampir tidak ada bahan yang tidak bisa digantikan oleh plastik.
Sampah Plastik
Sifat-sifat yang menjadikan plastik memiliki keunggulan dibandingkan bahan lain, sekaligus juga menjadikan plastik sebagai sumber masalah yang rumit. Akibat sifatnya yang tidak bisa membusuk, tidak terurai secara alami, dan tidak menyerap air, menyebabkan sampah plastik dalam aktifitas sehari-hari semakin meluas, seperti untuk perlengkapan rumah tangga, peralatan sekolah, dan kantor, mainan anak-anak serta berbagai bentuk kemasan. Disamping menimbulkan pencemaran secara fisik, beberapa bahan plastik tertentu juga menyebabkan pencemaran kimiawi.
Secara fisik, sampah plastik bisa menyumbat saluran air, mengotori lingkungan, mengakibatkan pendangkalan sungai dan mengganggu struktur tanah. Sampah plastik yang terkumpul dalam tanah akan membentuk lapisan kedap air, sehingga mengganggu masuknya air ke dalam tanah. Gangguan masuknya air ke dalam tanah bisa mengakibatkan banjir di musim hujan. Sementara jika lapisan sampah palstik berada dibawah tanah yang ditumbuhi tanaman akan menyebabkan tanaman tersebut kesulitan untuk mendapatkan air sehingga pertumbuhannya terganggu.
Pencemaran plastik secar kimiawi akan terjadi bila ada pembakaran sampah plastik. Bahan plastik yang mengandung klorin, misalnya polivinilklorida (PVC) jika dibakar akan mengeluarkan asap pedas yang mengandung bahan-bahan organoklorin yang membahayakan kesehatan, seperti gas hydrogen klorida (HCl) dan dioksin.
Gas HCl bila terhisap paru-paru bersama butir-butir air yang ada di udara akan menghsilkan asam klorida cair yang sangat korosif. HCl juga bisa bereaksi dengan bahan-bahn campuran dalam PVC yang ikut terurai ketika dibakar.
Bagi yang kebetulan menggunakan kosmetik, asap pembakaran kosmetik bisa membahayakan karena bisa bereaksi dengan bahan yang terkandung dalam kosmetika yang digunakan. Seperti pada kebakaran yang pernah terjadi di Beverly Hill tahun 1977. Asap putih yang keluar dari bahn PVC yang terbakar bereaksi dengan pewarna kuku, sehingga orang-orang yang kebetulan menggunakan pewarna kuku menderita luka-luka di kukunya.
Bahan berbahaya lain yang dihasilkan dari pembakaran plastik PVC adalah dioksin yang bisa merusak kesehatan dan diduga bisa menyebabkan penyakit kanker. Dioksin yang masuk ke dalam tubuh, sekalipun dengan dosis rendah, bisa menimbulkan gangguan system reproduksi, system kekebalan dan gangguan hormonal. Dioksin dalam tubuh ternak disimpan dalam lemak, sehingga jika manusia menkonsumsi daging ternak, terutama lemaknya akan terkontaminasi dioksin.
Dalam penelitian menggunakan binatang percobaan, terbukti dioksin bisa menyebabkan penyakit kanker. Belum bisa dipastikan apakah dioksin juga menyebabkan penyakit kanker pada manusia. Karena penelitian terhadap para veteran perang Vietnam tidak ditemukan kasus kanker. Padahal dalam perang tersebut digunakan herbisida Orange Agent yang mengandung dioksin untuk merontokkan daun-daun pohon huatn tropis agar tidak dijadikan tempat persembunyian gerilyawan Vietcong.
Daur Ulang Plastik
Pemikiran untuk mendaur ulang sampah plastik bermula dari menipisnya persediaan minyak bumi sebagai penghasil naphta. Selama ini naphta merupakan bahan baku utama dalam industry plastik. Setelah terjadi krisis minyak dunia pada tahun 1973/1974, para ahli mulai berpikir untuk mencari bahan baku alternative pengganti naphta. Beberapa bahan yang dicoba antara lain batu bara, kalsium karbid, dan bahan kimia sintesis lainnya. Karena ternyata biaya produksinya menjadi lebih mahal, maka kemudian milai dicoba mendaur ulangkan sampah plastik.
Dalam proses daur ulang sampah plastik tersebut ada yang langsung digunakan sebagai bahan baku atau bahn pengisi (filler) tanpa pengolahan terlebih dahulu. Ada yang diolah terlebih dahulu dengan proses tertentu sebelum digunakan dalam pembuatan plastik. Dengan proses daur ulang ini biaya produksi plastik jadi lebih murah dibandingkan dengan jika hanya menggunakan bahan baku dari naphta. Keuntungan lainnya, industry plastik tidak terlalu tergantung pada industry petrokimia hulu sebagai penghasil naphta.
Latar belakang lain yang mendesak semakin pentingnya proses daur ulang plastik adalah semakin meningkatnya penggunaan plastik. Menurut majalah Hidrocarbon Processing (Desember 1989), sampai tahun 2000 dibakar. Padahal seperti sudah disinggung di muka, pembakaran bahan plastik, apalagi dalam jumlah yang besar, dapat menghasilkan bahan-bahan berbahaya bagi kehidupan makhluk hidup.
Negara-negara maju umumnya mengolah kembali sampah plastik menjadi barang-barang yang bermanfaat. Banyak produk-produk yang bisa dibuat denagn bahan campuran dari sampah plastik dan bahan baku plastik atau hanya dengan bahan dari sampah plastik. Sebagai contoh, tikar plastik bisa dibuat dengan menggunakan bahan baku 70 % dari sampah plastik dan 30 % dari bahan plastik. Di Swedia, sampah plastik dimanfaatkan untuk membuat bata plastik yang lebih kuat dari bata biasa. Sementara di Inggris dan Italia, bahan dari sampah plastik dipergunakan untuk membuat tiang-tiang telepon yang sebelumnya dibuat dari kayu atau besi. Berdasarkan penelitian, tiang-tiang dari bahan sampah plastik tersebut bisa menyangga beban sampai 300 kilogram.
Melihat potensi pemanfaatan hasil daur ulang sampah plastik, maka sebenarnya sampah plastik tidak hanya merupakan sumber masalah, tetapi juga memberikan peluang bisnis. Sebagai contoh, di bidang pertanian banyak perlengkapan yang bisa dibuat dengan hasil daur ulang sampah plastik, misalnya mangkuk penampung lateks untuk perkebunan karet, serat plastik untuk pertanian hidroponik, kantong plastik untuk penyemaian bibit, tali plastik, dan sebagainya. Bisnis daur ulang sampah plastik juga akan ikut membuka lapangan kerja baru, karena untuk pengumpulan plastik, pengolahan sampai pemasarannya memerlukan jaringan usaha tersendiri dari pemungut (pemulung), pengumpul, industry pengolah sampah plastik, dan distributor produknya.
Bagi yang tidak tertarik dengan bisnis sampah plastik, dengan mengetahui potensi bisnis daur ulang sampah plastik ini diharapkan tidak lagi membuang sampah plastik secara sembarangan, melainkan mau mengumpulkan dan memberikannya kepada para pemunut sampah plastik. Sehingga disamping menghindari pencemaran lingkungan oleh sampah plastik sekaligus juga memberikan rizki bagi orang lain.
Para pemungut sampah plastik semestinya juga patut dihargai, sebab usaha mereka ikut menjaga kelestarian lingkungan, meskipun mereka melakukannya semata-mata untuk mencari nafkah tanpa kesadaran untuk mengatasi maslah lingkungan.
Penulis adalah staf Pusat Studi Lingkungan Universitas Islam “45” (UNISMA) Bekasi.