Kamis, April 29, 2010

Refleksi Jam Karet (1)


Jam karet atau tidak tepat waktu masih mendominasi keseharian kita, termasuk dalam kegiatan pelatihan. Susunan materi dan pembagian sesi mungkin sudah rapi di atas kertas, tapi tak mulus dalam realitas. Jatah waktu setiap sesi bisa menyusut, pembahasan tidak optimal dan mengganggu efektifitas pelatihan. Marah, bukan penyelesaian. Hukuman pada peserta, menciptakan tekanan yang mengganggu suasana pelatihan. Refleksi bisa menjadi alternatif, mengubah masalah keterlambatan menjadi sesi dadakan yang sarat muatan.

Buatlah tabel 2 kolom di papan tulis, kolom pertama tepat waktu dan kolom kedua terlambat. Mintalah setiap peserta menuliskan 2 hal dalam kolom yang sesuai; (i) alasan mengapa terlambat atau tepat waktu dan (ii) penilaiannya terhadap orang yang kebalikan dengannya, artinya yang terlambat menilai yang tepat waktu dan sebaliknya. Doronglah peserta agar membuat alasan dan penilaian yang tidak sama dengan peserta lainnya. Sehingga dalam tabel akan terkumpul alasan dan penilaian yang sama banyaknya dengan jumlah peserta pelatihan.

Tabel yang sudah terisi ini akan menjadi bahan refleksi bagi seorang pelatih yang lihai mengolah. Ajaklah peserta untuk mencoba menelusuri dan memahami ada apa di balik alasan dan penilaian yang sudah dituliskan. Agar tidak muncul kesan hendak menghukum, mulailah dari peserta yang tepat waktu. Pasti ada sejumlah alasan normatif yang dituliskan seperti : bertanggung jawab atau menepati janji.

Penilaian terhadap orang yang terlambat, biasanya tidak setegas alasan tepat waktu, misalnya : mungkin lupa, ada keperluan lain atau barangkali sakit. Dalihnya enggan menilai orang lain, padahal yang benar enggan mengungkapkan secara verbal penilaian tersebut. Kalau dia tepat waktu karena bertanggungjawab secara implisit sebenarnya dia menilai orang yang terlambat itu tidak bertanggungjawab, hanya tidak diungkapkan.

Sehingga ketika ada sesi lain yang mengharuskan sesama peserta saling memberikan penilaian pribadi bisa lebih lancar. Budaya pekewuh (sungkan) akan tereliminasi walau belum sepenuhnya. Pasti ada satu dua peserta yang mengatakan, “Saya tidak mau menilai orang lain !” Peserta seperti ini tidak sadar kalau setiap hari dia selalu menilai orang lain, hanya tidak memiliki keberanian mengungkapkannya.

Tabel yang sudah terisi juga bisa digunakan untuk menjelaskan bahwa dunia ini tidak hitam-putih melainkan penuh warna. Dua tindakan yang berseberangan tidak otomatis bisa dinilai dengan berlawanan pula. Terbukti orang yang alasan tepat waktunya karena bertanggung jawab tidak otomatis menilai yang terlambat sebagai tidak bertanggung jawab. Karena itu jangan hadapi setiap perbedaan dengan pendekatan hitam-putih, alias benar-salah, sebab perbedaan tidak selalu bertentangan, bisa jadi malah saling melengkapi seperti halnya sepasang sepatu, kanan dan kiri.

Terlepas dari arah pembahasan yang dipilih, berikan apresiasi terhadap peserta yang tepat waktu, karena telah berani melangkah untuk keluar dari tradisi jam karet.
(Bersambung)

Majalah Khalifah, No. 22, Mei 2010.